TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN PADA AYAM BURAS
I. PENDAHULAN
1.1. Latar Belakang
Ayam buras atau ayam kampung termasuk ayam Kedu banyak dipelihara oleh peternak dan merupakan sumber pendapatan keluarga di pedesaan. Salah satu permasalahan yang menonjol dalam pemeliharaan ayam buras adalah pengadaan bibit, baik ditinjau dari kuantitas maupun kualitasnya. Kendala dalam pengadaan bibit ini sangat dirasakan terutama oleh peternak ayam buras yang telah menerapkan sistem pemeliharaan secara intensif adalah pada saat akan menambah populasi induk atau menggantikan induk yang sudah tidak produktif lagi, seperti hasil pengamatan penulis pada kelompok ternak ayam buras “Karya Makmur”, Desa Cibiyuk Kabupaten Pemalang; “Gemah Ripah”, Desa Soropadan Kabupaten Temanggung dan kelompok tani ternak ayam buras di Desa Tegalrejo Dabupaten Magelang (Muryanto, 1993). Demikian juga dengan laporan hasil-hasil penelitian ayam buras di Sub Balai Penelitian Ternak Klepu-Ungaran, disimpulkan bahwa pemeliharaan ayam buras saat ini dihadapkan pada tantangan pengadaan bibit.
Upaya untuk mengatasi kendala pengadaan bibit baik secara kuantitas maupun kualitas adalah dengan memperbaiki/menerapkan sistem perkawinan dan program seleksi yang baik (Warwick and Legate, 1979). Saat ini ayam buras telah banyak diusahakan oleh peternak dengan sistem intensif, yang ditandai antara lain dengan penggunaan kandang batere. Salah satu metode perkawinan yang mempunyai prospek untuk dikembangkan pada pemeliharaan ayam buras dalam kandang batere adalah dengan menerapkan teknologi inseminasi buatan (IB). Dengan penerapan teknologi IB maka akan diperoleh peningkatan produksi telur tetas yang berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai produksi tinggi, sehingga apabila telur tersebut ditetaskan maka akan diproduksi anak dalam jumlah banyak dan kualitasnya baik. Manfaat lain dari penerapan IB adalah meningkatkan efisiensi penggunaan pejantan, memungkinkan dilaksanakan persilangan serta dapat dijadikan sebagai sarana peningkatan mutu genetik.
Penerapan teknologi IB bertujuan untuk meningkatkan produksi telur tetas (telur fertil) yang berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai produksi tinggi, sehingga apabila telur tersebut ditetaskan maka akan diproduksi anak-anak dalam jumlah banyak dan kualitasnya baik. Manfaat lain dari penerapan IB adalah :
Meningkatkan effisiensi penggunaan pejantan.
Meningkatkan produksi telur tetas.
Memungkinkan dilaksanakan persilangan.
Dapat dijadikan sebagai sarana meningkatkan mutu genetik.
1.2. Kata Kunci dan Definisi
a. Kata Kunci
Inseminasi buatan, ayam Buras
b. Definisi
Dalam aplikasi teknologi IB dikenal beberapa istilah yang perlu untuk dipahami yaitu :
Fertilitas adalah persentase telur yang tertunasi (fertil) dari jumlah telur yang ditetaskan.
Jumlah telur fertil
Fertilitas = x 100%
Jumlah telur yang ditetaskan
Kematian embrio adalah persentase jumlah telur yang embrionya mati dari jumlah telur fertil. Embrio adalah benih dalam telur yang telah dibuahi.
Jumlah embrio mati
Kematian embrio = x 100%
Jumlah telur fertil
Daya tetas adalah persentase jumlah telur yang menetas dibagi jumlah telur fertil.
Jumlah telur menetas
Daya tetas = x 100%
Jumlah telur fertil
II. lokasi pengkajian dan daerah rekomendasi
2.1. Lokasi Pengkajian
Pengkajian teknologi IB dilakukan sebanyak 3 kali penelitia di 3 lokasi yang berbeda yaitu :
Penelitian pertama dilakukan pada kelompok tani ternak ayam Buras “Gemah Ripah” Desa Soropadan, Kecamatan Pringsurat, Kabupaten Temanggung.
Penelitian kedua di unit tanaman ternak ayam Kedu Maron, Kabupaten Temanggung.
Penelitian ketiga dilakukan pada kelompok tani ternak ayam Buras “Sumber Makmur” Desa sumingkir, Kecamatan Kutasari, Kabupaten Purbalingga.
2.2. Daerah Rekomendasi
Daerah rekomendasi teknologi hasil pengkajian ini pada dasarnya adalah tidak terbatas pada spesifik lokasi tertentu karena ayam Buras mampu beradaptasi pada berbagai agroekosistem wilayah.
III. LANGKAH OPERASIONAL penerapan teknologi
Teknologi IB ini dikaji menggunakan materi induk sebanyak 550 ekor dan pejantan 15 ekor yang dilaksanakan melalui tiga tahap penelitian. Penelitian pertama dilakukan pada Tahun Anggaran 1995/1996 dengan menggunakan materi induk ayam buras (kampung) sebanyak 200 ekor dan 5 ekor pejantan, dari hasil IB didapat telur tetas sejumlah 4.321 butir yang dialokasikan dalam 19 angkatan penetasan. Penelitian kedua dilakukan pada Tahun Anggaran 1995/1996 menggunakan materi induk ayam Kedu sejumlah 150 ekor dan 5 ekor pejantan, dari hasil IB didapat telur tetas sejumlah 1.200 butir yang dialokasikan dalam 6 angkatan penetasan. Penelitian ketiga dilakukan pada Tahun Anggaran 1997/1998 menggunakan materi induk ayam buras 200 ekor dengan 5 ekor pejantan, dari hasil IB didapat telur tetas sejumlah 645 butir yang dialokasikan dalam 4 angkatan penetasan. Induk yang digunakan merupakan induk terpilih yang mempunyai produksi rata-rata 40%.
Telur yang dihasilkan diseleksi berdasarkan bobot dan bentuk fisik (normal dan tidak cacat). Penetasan dilakukan dengan menggunakan mesin tetas kapasitas 100 butir/mesin, sedangkan pejantan yang digunakan adalah pejantan yang berumur 1,5 tahun yang sudah terlatih untuk diambil spermanya. Sistem perkandangan yang digunakan adalah kandang batere untuk induk dan untuk pejantan dipelihara pada kandang individu. Pakan yang diberikan merupakan campuran antara konsentrat petelur, jagung giling dan katul dengan perbandingan 1 : 2 : 5 ditambah dengan mineral dan vitamin 2% per kg dari pakan campuran (Tabel 1). Konsumsi pakan induk adalah 0,1 kg/ekor/hari, sedangkan untuk pejantan 0,11 kg/ekor/hari. Pakan tersebut diberikan 2 kali/hari yakni pada pagi dan siang hari.
Tabel 1. Komposisi dan kandungan nutrisi pakan ayam buras
Uraian | Komposisi/Kandungan Nutrisi (%) |
Konsentrat | 12.5 |
Jagung | 25 |
Bekatul | 62.5 |
Nutrisi : | |
Kadar air | 13.38 |
Protein kasar | 13.10 |
Serat kasar | 9.41 |
Lemak | 5.86 |
Karbohydrat (kkal/kg) | 2980.86 |
Abu | 9.82 |
Keterangan : Hasil analisa Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, Semarang
Peralatan inseminasi buatan yang digunakan berupa : alat suntik (spuit), slang, tabung penampung sperma, tabung pengencer sperma, pengencer sperma (NaCl fisiologis 0,9%) dan kain lap (Ilustrasi 1). Alat-alat tersebut tersedia di apotik-apotik dan harganya relatif murah. . Umur pemakaian dari alat-alat tersebut dapat digunakan selama 5 tahun.
Sebelum teknologi IB ini direkomendasikan, telah melalui 3 periode pengkajian pada 3 lokasi yang berbeda yakni pada: 1) kelompok tani ternak ayam buras “Gemah Ripah” Desa Soropadan, Kecamatan Pringsurat, Kabupaten Temanggung; 2) Unit Taman Ternak ayam Kedu Maron, Kabupaten Temanggung, dan 3) kelompok tani ternak ayam buras “Sumber Makmur” Desa Sumingkir, Kecamatan Kutasari, Kabupaten Purbalingga. Namun demikian mengingat ayam buras dalam pengembangannya mampu beradaptasi pada berbagai agroekosistem wilayah, maka penerapan teknologi B pada ayam buras ini tidak terbatas pada spesifik lokasi tertentu.
Metode yang digunakan dalam penerapan teknologi IB adalah metode inseminasi secara langsung, yaitu sperma yang diambil dari pejantan langsung diinseminasikan ke induk (sperma tidak disimpan).Tahapan pelaksanaan IB tersebut adalah sebagai berikut :
3.1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini dipersiapkan yang digunakan, ternak induk dan pejantan. Sebelum alat yang digunakan harus dibersihkan dahulu dengan air mendidih. Slang yang tersedia dimasukkan ke ujung alat suntik (tempat jarum), hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam pengambilan sperma. Induk yang akan diinseminasi merupakan induk yang sehat, mempunyai produksi tinggi, induk tersebut harus sedang berproduksi dan pemeliharaan induk pada kandang batere/individu (Ilustrasi 2). Pejantan sebagai penghasil sperma harus sehat, berumur 1,5 – 3 tahun, pejantan tersebut dipelihara pada kandang individu dan dilatih terlebih dahulu untuk diambil spermanya. Cara melatih pejantan: elus secara bersamaan bagian punggung dari bawah leher ke arah ekor dan dari bawah anus ke arah ekor (Ilustrasi 3). Pengelusan dilakukan 5 – 10 kali. Biasanya setelah 7 hari pejantan sudah terlatih. Tanda pejantan yang sudah terlatih adalah apabila dilakukan pengelusan, maka ekornya langsung terangkat.
3.2. Pengambilan sperma
Disiapkan pejantan yang akan diambil spermanya, pengambilan sperma agar menghasilkan kualitas yang baik mulai dilakukan pada sore hari jam 15.00 (Nasroedin et al., 1993). Pengambilan sperma dilakukan oleh 2 orang, satu memegang pejantan dan lainnya bertugas mengambil sperma (Ilustrasi 4). Bersihkan kotoran pada anus dan sekitarnya dengan kain lap (bulu sekitar anus dibersihkan/dipotong). Rangsang pejantan sesuai dengan penjelasan sebelumnya. Pengambilan sperma dilakukan dengan menekan dari atas pangkal ekor dengan tangan kanan, sedang tangan kiri memegang tabung penampung sperma, begitu sperma keluar langsung ditampung dalam tabung yang sudah disiapkan (Ilustrasi 5). Encerkan sperma dengan NaCl fisiologis 0,9%, dengan derajat pengenceran 1 : 6. Cara pengenceran : sedot sperma dari tabung penampung, setelah diketahui banyaknya sperma, masukkan sperma ke tabung pengencer secara perlahan-lahan melalui dinding tabung. Ambil NaCl sesuai dengan derajat pengenceran, masukkan kedalam tabung pengencer kemudian goyang-goyangkan tabung sampai sperma dan NaCl tercampur (Ilustrasi 6). Umur sperma yang telah diencerkan + 30 menit. Hindarkan sperma dari sinar matahari secara langsung. Sedot sperma yang telah diencerkan dengan spuit dan sperma siap diinseminasikan. Seekor pejantan dapat diambil spermanya 3 – 5 kali per minggu.
3.3. Pelaksanaan IB
Disiapkan induk yang akan diinseminasikan dan alat suntik yang sudah diisi sperma yang diencerkan. Bersihkan kotoran di anus dan sekitarnya, bulu di sekitar anus dibersihkan (dipotong). Inseminasi dilakukan 2 orang, dimana 1 orang memegang ayam dan satu orang melaksanakan inseminasi (Ilustrasi 7). Pengeluaran alat reproduksi/ saluran telur induk: tekan bagian tubuh dibawah anus dengan tangan kiri ke arah dada sampai keluar saluran/lubang telurnya yaitu sebelah kiri arah depan dan saluran kotoran sebelah kanan (Ilustrasi 8), sementara tangan kanan memegang alat suntik yang sudah berisi sperma. Masukkan alat suntik (slangnya) secara perlahan kedalam saluran telur sedalam + 2 cm. kemudian dilakukan penyuntikan/inseminasi, bersamaan penyuntikan tersebut penekanan bagian bawah anus dilepaskan (Ilustrasi 9). Tiap inseminasi membutuhkan 0,1 – 0,2 ml sperma yang sudah diencerkan dan inseminasi diulang 3 hari dari inseminasi sebelumnya.
3.4. Pengambilan telur
Pengambilan telur dilakukan pada hari ke 2 setelah IB, karena telur yang pertama kemungkinan sudah lengkap atau sudah mempunyai kerabang, sehingga tidak dapat dibuahi. Penyimpanan telur maksimal 10 hari. Cara meletakkan telur, bagian tumpul diatas dan telur siap ditetaskan (Ilustrasi 10 dan 11).
iV. HASIL pengkajian
4.1. Keragaan Hasil
Hasil keragaan teknologi yang utama pada pengkajian teknologi IB ditunjukkan dengan tingginya angka fertilitas telur yang dapat menyamai atau lebih tinggi dari fertilitas telur hasil kawin alam. Pada Tabel 2 ditunjukkan bahwa rata-rata fertilitas telur dari penelitian 1 sampai 3 adalah 73,5%. Sedangkan fertilitas telur hasil kawin alam yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan IB rata-ratanya adalah 64,4%. Dari hasil tersebut membuktikan bahwa teknologi IB menghasilkan fertilitas telur lebih tinggi 9,1% dibandingkan pada kawin alam. Dari pengamatan selama proses penetasan menunjukkan bahwa kematian embrio telur tetas hasil IB sebesar 30,8%, sedangkan pada telur tetas hasil kawin alam lebih besar yakni 42,2%. Rata-rata daya tetas dari telur hasil IB sedikit lebih tinggi bila dibandingkan pada kawin alam, yakni 69,2% vs 62,8%. Berdasar hasil keragaan tersebut dapat disimpulkan bahwa teknologi IB mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan dalam upaya meningkatkan produksi telur tetas sekaligus sebagai sarana memenuhi kebutuhan bibit ayam buras.
Tujuan utama usaha ayam buras pada kelompok-kelompok tani ternak ayam buras yang menerapkan pemeliharaan sistem semi intensif/intensif pada umumnya adalah memproduksi telur konsumsi. Namun dengan introduksi teknologi IB ternyata dapat membuka peluang usaha yaitu memproduksi telur tetas, seperti yang dilakukan kelompok ternak “Sumber Makmur” Desa Sumingkir, Kecamatan Kutasari, Kabupaten Purbalingga yang telah memasarkan telur hasil IB kepada kelompok ternak ayam buras lainnya. Berdasarkan laporan dari kelompok yang membeli telur tetas, ternyata fertilitas telurnya cukup baik yaitu 80%. Jumlah telur tetas yang sudah dipasarkan oleh kelompok ternak “Sumber Makmur” tersebut selama 1 tahun mencapai 900 butir dengan harga antara Rp. 450,-/butir, atau lebih tinggi Rp. 100,-/butir dibandingkan dengan harga telur konsumsi.
4.2. Analisis Finansial
Analisis finansial yang dilakukan pada penerapan teknologi IB adalah analisa input-output usaha, dan sebagai perbandingan disajikan analisa finansial pada pemeliharaan untuk tujuan produksi telur konsumsi. Analisis finasial tersebut diperhitungkan pada skala pemeliharaan 100 ekor induk ayam buras (Tabel 3). Terdapat perbedaan jenis input pada analisa finansial jenis usaha produksi telur tetas (penerapan IB) dengan produksi telur konsumsi, yakni dengan diperhitungkannya biaya penyusutan peralatan IB pada usaha produksi telur tetas. Perbedaan pada output usaha adalah nilai jual telur tetas sebesar Rp 450,-/butir, sedangkan telur konsumsi Rp. 350,-/butir. Telur infertil (tidak tertunasi) yang dapat diketahui setelah proses penetasan berjalan 5-7 hari, masih mempunyai nilai yakni seharga telur konsumsi. Berdasarkan analisis tersebut ditunjukkan bahwa keuntungan per bulan dengan penerapan IB lebih tinggi 43,4% dibandingkan dengan usaha pemeliharaan untuk tujuan produksi telur konsumsi (Rp. 203.933 vs Rp. 142.233). Tingginya keuntungan dari penerapan teknologi IB disebabkan karena harga telur tetas lebih tinggi (Rp. 100) dibandingkan dengan harga telur konsumsi, tambahan biaya produksi dan tenaga kerja yang dikeluarkan dari penerapan teknologi IB relatif sedikit, serta telur infertil dari hasil IB dapat dijual sebagai telur konsumsi.
Inseminasi Pada Ayam Buras
Tanya:
Saya tertarik dengan peternakan ayam buras dan mulai mengembangkannya . Sayangnya hasilnya tidak begitu bagus. Karena itu saya ingin mengembangkannya dengan cara inseminasi buatan dan penetasan dengan mesin tetas. Bagaimana langkah-langkah inseminasi buatan, bahannya apa saja, dan kalau ada mohon klipingnya dikirimkan kepada saya.Bagaimana memilih telur yang baik untuk ditetaskan dan bagaimana menentukan telur jenis jantan dan betina. Bagaimana membuat rangkaian pengatur suhu pada mesin tetas. Terima kasih.
Dono Sugiarto,
Jl Cipinang Raya No.640, Majalengka 45472.
Saya tertarik dengan peternakan ayam buras dan mulai mengembangkannya . Sayangnya hasilnya tidak begitu bagus. Karena itu saya ingin mengembangkannya dengan cara inseminasi buatan dan penetasan dengan mesin tetas. Bagaimana langkah-langkah inseminasi buatan, bahannya apa saja, dan kalau ada mohon klipingnya dikirimkan kepada saya.Bagaimana memilih telur yang baik untuk ditetaskan dan bagaimana menentukan telur jenis jantan dan betina. Bagaimana membuat rangkaian pengatur suhu pada mesin tetas. Terima kasih.
Dono Sugiarto,
Jl Cipinang Raya No.640, Majalengka 45472.
Jawab:
Untuk melakukan inseminasi buatan pada ayam buras diperlukan bahan berupa ayam jantan umur 12-30 bulan, cairan NaCl 0,9% atau bisa juga Ringer’s infuse. Ayam jantan itu diperlukan untuk diambil spermanya. Sedangkan alat-alat yang diperlukan ialah penampung sperma (durham), kapas, tabung reaksi, alat suntik 0,5 cc.
Untuk melakukan inseminasi buatan pada ayam buras diperlukan bahan berupa ayam jantan umur 12-30 bulan, cairan NaCl 0,9% atau bisa juga Ringer’s infuse. Ayam jantan itu diperlukan untuk diambil spermanya. Sedangkan alat-alat yang diperlukan ialah penampung sperma (durham), kapas, tabung reaksi, alat suntik 0,5 cc.
Selanjutnya ialah mengambil sperma ayam jantan lalu diproses dengan bahan-bahan didalam tabung reaksi dan penyuntikan sperma pada ayam betina. Pengambilan sperma jantan dilakukan dengan cara mengurut bagian punggungnya mulai dari pangkal leher. Saat pengurutan sampai ke pangkal ekor dilakukan sedikit tekanan lebih kuat agar keluar urinenya dan dibersihkan dari duburnya itu.
Pengurutan di lakukan 3-5 kali dan setelah urine keluar maka sperma akan keluar juga menyusul lalu ditampung dengan tabung durham. Jangan sampai bercampur antara urine dan sperma karena sperma akan mati, urine dibersihkan dengan kapas sampai kering demikian juga sebelum pengambilan sperma, dubur ayam harus bersih dari kotoran.
Pengambilan sperma dapat dilakukan 2-3 kali dengan jarak waktu 15 menit. Tiap pejantan bisa memberikan 0,25 cc sperma. Daya simpan sperma ini dikulkas dengan suhu 7øC bisa 4 hari lamanya tapi pada ruangan biasa bisa disimpan hanya 30 menit, spermanya kira-kira 1,25 cc dipindahkan ketabung reaksi lalu dicampur dengan bahan pengencer berupa NaCl 0,9% ditambah kuning telur dengan perbandingan 4:1 sebanyak 4,17 ml, digoyang perlahan sampai merata lalu disimpan dalam termos sebelum digunakan. Daya simpan hanya 4 hari pada suku 25øC. Selanjutnya disuntik pada betina dengan cara mengambil cairan tadi dengan jarum suntik (spuit) sebanyak 1 ml, lalu perut bagian bawah ayam betina ditekan sehingga kloaka akan keluar dan jarum spuit dimasukkan sedalam 3 cm setelah tekanan dihilangkan. Selanjutnya sperma disuntikan. Cara ini membuat ayam jadi stres.
Cara lain ialah dengan memasukkan jari kelingking kedalam dubur sedalam 6-8 cm lalu spuit dimasukkan melalui bagian atas jari kelingking dan sperma disemprotkan dibagian ujung kelingking yaitu bagian uterus setelah ujung jari mulai ditarik perlahan. Cara ini dapat mencegah keluarnya sperma/semen kembali, kemudian ayam dikandangkan. Penyuntikan ini dilakukan lagi tiap 3-4 hari. Pengambilan telur dimulai pada hari kedua sejak dikeluarkan karena telur hari pertama tidak digunakan.
Memilih telur ialah yang seragam, bentuknya oval, licin, bersih tidak bernoda, atau retak, ruang udara dalam telur (diteropong ke arah lampu/matahari) tidak terlalu lebar dan terletak diujung tunpul telur itu. Soal telur jantan dan betina belum diperoleh kepastian karena belum tentu telur yang ovalitu jantan dan yang agak bulat itu betina.
Karena rumit, nanti dibaca klipingnya saja atau buku cara membuat mesin tetas telur karangan Farry B Paimin, terbitan Penebar Swadaya.
Ini adalah tulisan Taufiq Rusdi MSc.
Semoga bermanfaat untuk Anda.
Salam,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar